Jumat, 14 Juni 2013

Tafsir Ali Imran :1-9

Rabu, 09 Januari 2013

Tafsir Ali Imran Ayat 1-9
Surah Ali Imran (Keluarga Imran)[1]
Surah ke-3. Terdiri dari 200 ayat. Madaniyyah
Ayat 1-6: Menetapkan keesaan dan kekuasaan Allah Subhaanahu wa Ta'aala, menetapkan kenabian Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan menetapkan kebenaran Al Qur’an
الم (١) اللَّهُ لا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ (٢) نَزَّلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَأَنْزَلَ التَّوْرَاةَ وَالإنْجِيلَ (٣) مِنْ قَبْلُ هُدًى لِلنَّاسِ وَأَنْزَلَ الْفُرْقَانَ إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَاللَّهُ عَزِيزٌ ذُو انْتِقَامٍ (٤) إِنَّ اللَّهَ لا يَخْفَى عَلَيْهِ شَيْءٌ فِي الأرْضِ وَلا فِي السَّمَاءِ (٥)هُوَ الَّذِي يُصَوِّرُكُمْ فِي الأرْحَامِ كَيْفَ يَشَاءُ لا إِلَهَ إِلا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (٦
Terjemah Surat Ali Imran Ayat 1-6
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
1. Alif laam miim[2].
2. Allah, tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Yang hidup kekal[3], Yang terus menerus mengurus makhluk-Nya[4].

3. Dia menurunkan kitab (Al Quran) kepadamu yang mengandung kebenaran; membenarkan (kitab-kitab) sebelumnya[5], dan menurunkan Taurat dan Injil,
4. Sebelum (Al Quran), menjadi petunjuk bagi manusia[6], dan Dia menurunkan Al Furqaan[7]. Sesungguhnya orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah akan memperoleh siksa yang berat. Allah Mahaperkasa lagi mempunyai hukuman[8].
5. Bagi Allah tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi di bumi dan di langit[9].
6. Dialah yang membentuk kamu dalam rahim menurut yang Dia kehendaki[10]. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia.Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana[11].
Ayat 7-9: Menerangkan ayat-ayat yang muhkamat dan mutasyabihat dalam Al Qur’an, pentingnya doa, dan wajibnya bertadharru’ (merendahkan diri dan berdoa) kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala
هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلا اللَّهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلا أُولُو الألْبَابِ (٧)رَبَّنَا لا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ (٨) رَبَّنَا إِنَّكَ جَامِعُ النَّاسِ لِيَوْمٍ لا رَيْبَ فِيهِ إِنَّ اللَّهَ لا يُخْلِفُ الْمِيعَادَ (٩
Terjemah Surat Ali Imran Ayat 7-9
7. Dialah yang menurunkan kitab (Al Quran) kepadamu (Muhammad). Di antaranya ada ayat-ayat yang muhkamaat[12], itulah pokok-pokok isi Al Qur'an[13] dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat[14]. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, mereka mengikuti yang mutasyaabihaat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya[15], padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah[16]. Dan orang-orang yang ilmunya mendalam berkata: "Kami beriman kepadanya (Al Qur'an), semuanya dari sisi Tuhan kami[17]." Tidak ada yang dapat mengambil pelajaran (daripadanya) kecuali orang-orang yang berakal[18].
8. (Mereka berdoa), "Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan setelah Engkau berikan petunjuk kepada Kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, Sesungguhnya Engkau Maha pemberi (karunia)".
9. "Ya Tuhan Kami, Engkau-lah yang mengumpulkan manusia untuk (menerima pembalasan pada) hari yang tidak ada keraguan padanya"[19]. Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji.

[1] Surat ini turun setelah surat Al Anfal. Ayat pertama sampai 80-an ayat turun untuk membantah orang-orang Nasrani, membantah keyakinan mereka dan mengajak mereka ke dalam agama yang benar, yaitu Islam, sebagaimana awal-awal surat Al Baqarah turun untuk membantah orang-orang Yahudi.
[2] Sudah dibahas di surat Al Baqarah, lihatlah.
[3] Sifat ini menghendaki semua sifat-sifat lain yang menyempurnakannya, seperti sifat mendengar, melihat, berkuasa, kuat, agung, kekal, perkasa dsb.
[4] Maksudnya: Allah berdiri sendiri tanpa memerlukan bantuan makhluk-Nya, Dia mengatur dan mengurus makhluk-Nya sehingga semua makhluk membutuhkannya. Temasuk mengurus makhluk-Nya juga adalah menurunkan kitab agar menjadi pedoman bagi manusia dalam meniti hidup ini.
[5] Oleh karena itu, Al Qur'an adalah pentazkiyah (yang merekomendasi) kitab-kitab sebelumnya, apa saja berita yang dibenarkannya maka berita itu diterima dan apa saja berita yang ditolaknya, maka berita itu tertolak. Kitab tersebut sejalan dengan kitab-kitab sebelumnya dalam semua tuntutan yang disepakati para rasul. Oleh karena itu, orang-orang Ahlul kitab tidak dapat membenarkan kitab-kitab mereka jika mereka tidak beriman kepada kitab Al Qur'an. Hal itu, karena kafir kepada kitab tersebut membatalkan keimanan mereka kepada kitab-kitab mereka.
[6] Agar urusan agama dan dunia mereka menjadi baik. Zhahirnya bahwa firman-Nya " menjadi petunjuk bagi manusia " kembali kepada kitab-kitab yang disebutkan, baik Taurat dan Injil yang masih murni dan kitab Al Qur'an. Dengan demikian, barang siapa yang tidak mau menerima kitab yang diturunkan-Nya, maka dia berada dalam kesesatan.
[7] Al Furqaan ialah kitab yang membedakan antara yang benar dan yang salah. Ada pula yang mengartikan furqan di sini dengan hujjah, bukti dan keterangan yang jelas, serta perincian segala yang dibutuhkan manusia berupa hukum-hukum yang jelas sehingga tidak ada lagi udzur bagi mereka yang tidak beriman kepadanya.
[8] Bagi orang-orang yang mendurhakainya.
[9] Disebutkan hanya bumi dan langit, karena penglihatan manusia tidak dapat melebihinya.
[10] Misalnya dibentuk laki-laki atau perempuan, berkulit putih atau berkulit hitam.
[11] Ayat-ayat di atas mengandung taqrir (pernyataan) terhadap keesaan Allah dan keberhakan-Nya untuk diibadati tidak selain-Nya, membatalkan sesembahan-sesembahan yang disembah selain-Nya, membantah keyakinan orang-orang Nasrani yang menyangka bahwa Nabi Isa 'alaihis salam berhak disembah. Demikian juga menunjukkan bahwa Allah Maha Hidup dan Maha Mengurus (Qayyumiyyah Tammah) yang mencakup semua sifat suci bagi-Nya, menerangkan syari'at-syari'at yang besar dan bahwa syari'at tersebut merupakan rahmat dan hidayah bagi manusia, menerangkan hukuman bagi mereka yang tidak mau mengambil syari'at yang diturunkan-Nya dan menyatakan luasnya ilmu Allah, terlaksananya apa yang Dia kehendaki dan menerangkan pula tentang hikmah(kebijaksanaan)-Nya.
[12] Ayat yang muhkamaat ialah ayat-ayat yang jelas maksudnya, dapat dipahami dengan mudah.
[13] Yang dirujuk ketika terjadi kesamaran dan mengembalikan kepadanya paham yang menyelisihinya, atau maksudnya bisa juga "Yang dijadikan pegangan dalam hukum".
[14] Termasuk dalam pengertian ayat-ayat mutasyaabihaat: ayat-ayat yang mengandung beberapa pengertian dan tidak dapat ditentukan arti mana yang dimaksud kecuali setelah diteliti secara mendalam atau dipadukan dengan ayat yang muhkamat; atau ayat-ayat yang pengertiannya hanya Allah yang mengetahui seperti ayat-ayat yang berhubungan dengan yang ghaib misalnya ayat-ayat mengenai hari kiamat, surga, neraka dan lain-lain. Ada pula yang menggolongan beberapa huruf di awal surat sebagai mutasyabihat, seperti alif laam miim, dsb. wallahu a'lam.
Adapun Syaikh As Sa'diy, ia menafsirkan ayat di atas sebagai berikut:
Al Qur'anul 'Azhim semuanya adalah muhkam (jelas maksudnya), sebagaimana firman Allah Ta'ala:
"(Inilah) suatu kitab yang ayat-ayat-Nya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Mahatahu," (Terj. Huud: 1)
Al Qur'an tersusun rapi, mengandung keadilan dan ihsan,
"Dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?" (Terj. Al Maa'idah: 50)
Semuanya mengandung mutasyabih (kemiripan) dalam hal indah, kefasihan, saling membenarkan yang satu dengan lainnya, lafaz dan maknanya sesuai.
Adapun muhkamat dan mutasyabihat yang disebutkan di ayat ini, maka Al Qur'an itu sebagaimana disebutkan Allah, ada ayat-ayat yang muhkamat, yakni jelas maksudnya, tidak ada kesamaran dan sesuatu yang belum jelas. Inilah pokok-pokok isi kitab, yakni pokok yang dikembalikan kepadanya segala yang masih samar, dan ayat-ayat muhkamat inilah yang paling banyak (dalam Al Qur'an). Ada pula ayat-ayat yang mutasyabihat, yakni maknanya masih samar di pikiran, karena kandungannya yang masih ijmal (global) atau mengarah kepada pemahaman tertentu, padahal bukan itu maksudnya. Al hasil, di antara ayat-ayat Al Qur'an ada ayat-ayat yang jelas bagi setiap orang, dan inilah ayat yang paling banyak, dan dipakai rujukan. Di antaranya ada pula ayat-ayat yang masih musykil bagi sebagian manusia, maka yang wajib dalam masalah ini adalah mengembalikan yang mutasyabihat kepada yang muhkamat, yang masih samar kepada yang jelas. Dengan cara seperti ini, satu sama lain saling membenarkan dan tidak terjadi pertentangan. Akan tetapi, orang-orang (dalam hal ini) terbagi menjadi dua golongan: orang-orang yang dalam hatinya ada penyimpangan, yakni menyimpang dari jalan istiqamah, di mana niat mereka rusak, bahkan yang mereka cari adalah kesesatan, dan hati mereka menyimpang dari jalan yang lurus dan dari petunjuk, mereka mencari yang mutasyabihat, mereka meninggalkan yang jelas dan beralih kepada yang mutasyabihat, bahkan mereka berbuat sebaliknya, yang muhkam mereka bawa kepada yang yang mutasyabihat….dst." (lihat Tafsir As Sa'diy)
[15] Orang-orang yang berpenyakit hati karena niatnya yang buruk berusaha mencari ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan syubhat di tengah manusia agar dapat menyesatkan mereka, di samping itu, mereka menta'wil ayat-ayat mutasyabihat untuk menguatkan pemahaman mereka yang batil.
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Aisyah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah membacakan ayat di atas, Dan bersabda,
فَإِذَا رَأَيْتُمُ الَّذِيْنَ يَتَّبِعُوْنَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ فَأولَئِكَ الَّذِيْنَ سَمَّى اللهُ فَاحْذَرُوْهًمْ
"Apabila kalian melihat orang-orang yang mencari ayat-ayat mutasyabihat, mereka itulah orang-orang yang disebut Allah, maka berhati-hatilah."
[16] Jumhur (mayoritas) mufassir mewaqfkan (memberhentikan) sampai ayat ini, namun yang lain menyambung dengan kata-kata "wa raasikhuun…dst." Kedua-duanya masih mengandung kemungkinan benar, jika maksud "ta'wil" di sini adalah mengetahui hakikatnya, maka yang benar adalah waqf sampai "illallah", karena yang mengetahui hakikatnya adalah Allah saja. Misalnya hakikat sifat Allah, hakikat sifat-sifat yang terjadi pada hari akhir dsb. Hal ini, tidak ada yang mengetahuinya selain Allah, tidak boleh bagi seseorang memberanikan diri mengkaifiyatkannya. Oleh karena itu, Imam Malik rahimahullah pernah ditanya tentang firman Alllah "Ar Rahmaanu 'alal 'arsyis tawaa" (Allah bersemayam di atas 'Arsy) bagaimana bersemayam-Nya?" Maka ia menjawab, "Bersemayam adalah kata yang sudah diketahui, bagaimananya adalah majhul (tidak diketahui), mengimaninya wajib dan menanyakannya bid'ah." Demikianlah yang harus dikatakan dalam ayat-ayat sifat, yakni bahwa sifat tersebut diketahui, namun kaifiyatnya majhul. Orang-orang yang ilmunya mendalam, mengimaninya dan menyerahkan hakikatnya kepada Allah.
Adapun jika arti "ta'wil" di ayat ini adalah tafsir, penjelasan lebih dalam, maka yang benar adalah menyambung kata-kata Ar Raasikhuun (orang-orang yang ilmunya mendalam) dengan Allah; tidak diwaqfkan. Sehingga tafsir ayat-ayat yang mutasyabihat, pengembalian kepada ayat-ayat yang muhkamat serta penyingkiran kesamaran yang ada dalam ayat-ayat mutasyabihat, tidak ada yang mengetahuinya selain Allah Ta'ala dan orang-orang yang ilmunya mendalam.
[17] Oleh karena semua ayat tersebut berasal dari sisi Allah, maka tidak akan terjadi pertentangan, bahkan isinya sama, yang satu dengan yang lain saling membenarkan dan menguatkan.
[18] Hanya orang-orang yang berakal saja yang dapat memahami dan mengerti maknanya secara benar.
[19] Tujuan dari do'a ini adalah menjelaskan bahwa hati mereka tertuju kepada akhirat. Oleh karena itu, mereka meminta keteguhan di atas hidayah agar memperoleh pahalanya. Pada beberapa ayat di atas, Allah Subhaanahu wa Ta'aala memuji orang-orang yang ilmunya mendalam dengan tujuh sifat yang merupakan tanda kebahagiaan:
1. Ilmu, sebagai sarana yang menyampaikan mereka kepada Allah.
2. Ilmunya yang mendalam.
3. Beriman kepada semua kitab dan mengembalikan ayat yang mutasyabihat kepada ayat yang muhkamat.
4. Meminta kepada Allah ampunan dan keselamatan dari musibah yang menimpa orang-orang yang tersesat.
5. Mereka mengakui nikmat hidayah yang diberikan Allah.
6. Mereka meminta kepada Allah rahmat-Nya yang mengandung keberhasilan memperoleh kebaikan dan terhindar dari keburukan. Mereka bertawassul dengan nama-Nya Al Wahhab.
7. Keimanan dan keyakinan mereka yang mendalam kepada hari kiamat dan rasa takut mereka kepada hari itu sehingga membuahkan amal.

Jumat, 12 April 2013

Tafsir Al Baqarah Ayat 1-7

Surat Al Baqarah (Sapi Betina)[1]
Surah ke-2. Terdiri dari 286 ayat. Madaniyyah
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Ayat 1-5: Golongan mukmin, membicarakan tentang sifat orang-orang yang bertakwa, hakikat iman dan bagaimana Al Qur’an menjadi petunjuk bagi mereka
الم (١) ذَلِكَ الْكِتَابُ لا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ (٢) الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ (٣) وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ (٤) أُولَئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (٥)
1. Alif laam miim[2].
2. Kitab[3] (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya[4]; petunjuk bagi mereka yang bertakwa[5],
3. (yaitu) mereka yang beriman[6] kepada yang ghaib[7], mendirikan shalat[8], dan menafkahkan sebagian rezeki[9] yang Kami anugerahkan kepada mereka.
4. Dan mereka yang beriman kepada kitab yang telah diturunkan kepadamu[10] dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu[11], serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat[12].
5. Merekalah[13] yang mendapat petunjuk dari Tuhan mereka[14], dan mereka itulah orang-orang yang beruntung[15].
Ayat 6-7: Menyebutkan sifat orang-orang kafir, menerangkan hakikat kekafiran dan balasan untuk orang-orang kafir
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ ءَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لا يُؤْمِنُونَ    (٦) خَتَمَ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ وَعَلَى سَمْعِهِمْ وَعَلَى أَبْصَارِهِمْ غِشَاوَةٌ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ (٧)
6. Sesungguhnya orang-orang kafir[16], sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan[17], mereka tidak juga akan beriman[18].
7. Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka[19], penglihatan mereka ditutup[20]. dan bagi mereka siksa yang sangat berat.

[1] Surat Al Baqarah yang 286 ayat ini turun di Madinah, sebagian besar diturunkan pada permulaan tahun Hijrah, kecuali ayat 281 diturunkan di Mina pada Haji wadaa' (haji Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam yang terakhir). Seluruh ayat dari surat Al Baqarah termasuk golongan Madaniyyah, sebagai surat yang terpanjang di antara surat-surat Al Quran yang di dalamnya terdapat pula ayat yang terpancang (ayat 282). Surat ini dinamai Al Baqarah karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil (ayat 67 sampai dengan 74), di sana dijelaskan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Keutamaan surat Al Baqarah
Tentang keutamaan surat Al Baqarah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
 اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لأَصْحَابِهِ اقْرَءُوا الزَّهْرَاوَيْنِ الْبَقَرَةَ وَسُورَةَ آلِ عِمْرَانَ فَإِنَّهُمَا تَأْتِيَانِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَأَنَّهُمَا غَمَامَتَانِ أَوْ كَأَنَّهُمَا غَيَايَتَانِ أَوْ كَأَنَّهُمَا فِرْقَانِ مِنْ طَيْرٍ صَوَافَّ تُحَاجَّانِ عَنْ أَصْحَابِهِمَا اقْرَءُوا سُورَةَ الْبَقَرَةِ فَإِنَّ أَخْذَهَا بَرَكَةٌ وَتَرْكَهَا حَسْرَةٌ وَلاَ تَسْتَطِيعُهَا الْبَطَلَةُ  . قَالَ مُعَاوِيَةُ بَلَغَنِى أَنَّ الْبَطَلَةَ السَّحَرَةُ
"Bacalah Al Qur'an, karena ia akan datang memberi syafa'at kepada pembacanya. Bacalah Az Zahrawain (dua surat yang berkilau cemerlang) yaitu Al Baqarah dan Ali Imran, karena keduanya akan datang pada hari kiamat seakan-akan dua awan (yang menaungi panasnya keadaan di padang mahsyar) atau dua naungan atau dua rombongan burung yang membuka sayapnya. Kedua surat itu akan membela pembacanya. Bacalah surat Al Baqarah, karena merutinkannya adalah keberkahan, meninggalkannya adalah penyesalan dan surat itu tidak mampu dibaca oleh para penyihir." (HR. Ahmad dan Muslim)
اِقْرَءُوْا سُوْرَةَ الْبَقَرَةِ فِي بُيُوْتِكُمْ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لاَ يَدْخُلُ بَيْتًا يُقْرَأُ فِيْهِ سُوْرَةُ الْبَقَرَةِ
"Bacalah surat Al Baqarah di rumah kalian, karena setan tidak akan masuk ke dalam rumah yang dibacakan di dalamnya surat Al Baqarah." (HR. Hakim dan Baihaqi dalam Syu'abul Iman, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami' no. 1170).
[2] Ialah huruf-huruf abjad yang terletak pada permulaan sebagian dari surat-surat Al Quran seperti: Alif laam miim, Alif laam raa, Alif laam miim shaad dan sebagainya. Di antara ahli-ahli tafsir ada yang menyerahkan pengertiannya kepada Allah karena dipandang termasuk ayat-ayat mutasyaabihaat, dan ada pula yang menafsirkannya. golongan yang menafsirkannya ada yang memandangnya sebagai nama surat, dan ada pula yang berpendapat bahwa huruf-huruf abjad itu gunanya untuk menarik perhatian para pendengar supaya memperhatikan Al Quran itu, atau untuk mengisyaratkan bahwa Al Quran itu diturunkan dari Allah dalam bahasa Arab yang tersusun dari huruf-huruf abjad. kalau mereka tidak percaya bahwa Al Quran diturunkan dari Allah dan hanya buatan Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam semata-mata, maka cobalah mereka buat semacam Al Quran itu. Syaikh As Sa'diy berpendapat bahwa yang lebih selamat adalah diam tidak mencari-cari maksudnya, yang pasti Allah Ta'ala tidaklah menurunkan begitu saja tanpa ada hikmah di balik itu hanya saja kita tidak mengetahui. Wallahu a'lam.
Imam Al Qurthubi berkata, "Para ahli tafsir berselisih tentang huruf-huruf yang berada di awal-awal surat. Amir Asy Sya'biy, Sufyan Ats Tsauriy dan jama'ah ahli hadits berkata, "Ia adalah rahasia Allah dalam Al Qur'an, dan Allah memiliki rahasia di setiap kitab-Nya, ia termasuk ayat-ayat mutasyabihat yang hanya Allah saja mengetahuinya, ia tidak mesti dibicarakan, akan tetapi kita mengimaninya dan membacanya sebagaimana telah datang (disebutkan)."
[3] Allah Ta'ala menamakan Al Qur'an dengan Al kitab berarti "yang ditulis", sebagai isyarat bahwa Al Quran diperintahkan untuk ditulis.
[4] Yakni tidak ada keraguan bahwa ia berasal dari Allah Ta'ala, sehingga tidak benar masih meragukannya karena jelas sekali buktinya.
[5] Orang-orang yang bertakwa mengambil manfaat darinya, menjadikannya sebagai petunjuk dan ilmu yang bermanfaat serta membuat mereka dapat beramal shalih. Mereka memperoleh dua hidayah; hidayah irsyad (ilmu/petunjuk) dan hidayah taufiq (bisa beramal). Al Qur’an meskipun sesungguhnya petunjuk bagi semua manusia, namun hanya orang-orang yang bertakwa yang mau mengambilnya sebagai petunjuk dan melaksanakan isinya.
Takwa yaitu memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala perintah-Nya; dan menjauhi segala larangan-Nya; tidak cukup diartikan dengan takut saja.
Kata huda (petunjuk) pada ayat di atas adalah umum, yakni bahwa Al Qur'an merupakan petunjuk terhadap semua maslahat di dunia dan akhirat, ia merupakan pembimbing manusia dalam masalah ushul (pokok seperti keyakinan) maupun furu' (cabang), menerangkan yang hak dan menerangkan kepada mereka jalan yang dapat memberikan manfaat di dunia dan akhirat.
[6] Iman artinya kepercayaan yang teguh yang disertai dengan ketundukan dan penyerahan jiwa atau pengakuan di hati yang membuahkan ketundukkan di lisan (dengan iqrar) dan pada anggota badan. Tanda-tanda adanya iman ialah mengerjakan apa yang dikehendaki oleh iman itu.
[7] Yang ghaib ialah yang tidak dapat ditangkap oleh pancaindera. Percaya kepada yang ghjaib yaitu, mengi'tikadkan adanya yang maujud yang tidak dapat ditangkap oleh pancaindera, karena ada dalil yang menunjukkan adanya, seperti: adanya Allah, malaikat-malaikat, hari akhirat dan sebagainya. Mengapa beriman itu kepada yang ghaib? Jawabnya adalah karena beriman kepada sesuatu yang disaksikan atau dirasakan panca indera tidak dapat membedakan mana muslim dan mana kafir. Oleh karena itu, orang mukmin beriman kepada semua yang diberitakan Allah Ta'ala dan rasul-Nya, baik mereka menyaksikannya atau tidak, baik mereka memahaminya atau tidak dan baik dijangkau oleh akal mereka maupun tidak. Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu berkata, "Tidak ada keimanan yang diimani oleh orang mukmin yang lebih utama daripada keimanannya kepada yang ghaib", lalu Ibnu Mas'ud membaca ayat "Alladziina yu'minuuna bil ghaib".
[8] Yakni di samping beriman kepada yang ghaib, mereka buktikan dengan mendirikan shalat. Shalat menurut bahasa 'Arab: doa, menurut istilah syara' ialah ibadat yang sudah dikenal, yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Shalat merupakan pembuktian terhadap pengabdian dan kerendahan diri kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala. Mendirikan shalat ialah menunaikannya dengan teratur, dengan melangkapi syarat-syarat, rukun-rukun dan adab-adabnya, baik yang lahir ataupun yang batin, seperti khusu', memperhatikan apa yang dibaca dan sebagainya. Shalat yang seperti inilah yang dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.
[9] Rezki: segala yang dapat diambil manfaatnya. menafkahkan sebagian rezki, ialah memberikan sebagian dari harta yang telah direzkikan oleh Allah tersebut kepada orang-orang yang disyari'atkan oleh agama memberinya, baik yang wajib maupun yang sunat. Contoh pengeluaran yang wajib adalah zakat, menafkahi anak dan istri, kerabat (seperti orang tua) dan budak, sedangkan yang sunat adalah semua jalan kebaikan. Disebutkan "sebagian rezeki" menunjukkan bahwa yang Allah inginkan hanyalah sedikit dari harta mereka; tidak memadharatkan mereka dan tidak membebani, dan dipakainya kata-kata "rezeki" untuk mengingatkan bahwa harta yang ada pada mereka merupakan rezeki dari Allah yang menghendaki untuk disyukuri dengan menyisihkan sebagiannya berbagi bersama saudara-saudara mereka yang tidak mampu.
Shalat dan zakat sangat sering disebutkan secara bersamaan di dalam Al Qur'an, karena shalat mengandung sikap ikhlas kepada Allah Ta'ala, sedangkan zakat dan infak mengandung sikap ihsan terhadap sesama hamba Allah Ta'ala. Oleh karena itu, tanda kebahagiaan seorang hamba adalah dengan bersikap ikhlas kepada Allah dan berusaha memberikan manfa'at kepada makhluk, sebagaimana tanda celakanya seorang hamba adalah ketika tidak adanya kedua ini, yakni ikhlas kepada Allah Ta'ala dan berbuat ihsan kepada sesama hamba Allah Ta'ala.
[10] Yaitu Al Qur'an, demikian juga apa yang diturunkan kepada Beliau berupa hikmah (As Sunnah).
[11] Kitab-Kitab yang telah diturunkan sebelum Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. ialah kitab-kitab yang diturunkan sebelum Al Quran seperti: Taurat, Zabur, Injil dan Shuhuf-Shuhuf yang tersebut dalam Al Qur'an yang diturunkan kepada Para rasul. Allah menurunkan kitab kepada Rasul ialah dengan memberikan wahyu kepada Jibril 'alaihis salam., lalu Jibril menyampaikannya kepada rasul.
[12] Yakin ialah kepercayaan yang kuat dengan tidak dicampuri keraguan sedikitpun. Akhirat lawan dunia. Kehidupan akhirat ialah kehidupan sesudah mati dan sesudah dunia berakhir. yakin akan adanya kehidupan akhirat ialah benar-benar percaya akan adanya kehidupan sesudah mati (yaitu alam barzakh yang di dalamnya terdapat fitnah kubur, azab kubur dan nikmat kubur) dan sesudah dunia berakhir (seperti kebangkitan manusia, pengumpulan manusia di padang mahsyar, adanya hisab (pemeriksaan amalan), mizan (penimbangan amalan), surga dan neraka). Di antara hikmah mengapa Allah sering menyebutkan hari akhir dalam Al Qur’an adalah karena beriman kepada hari akhir memiliki pengaruh yang kuat dalam memperbaiki keadaan seseorang sehingga ia akan mengisi hari-harinya dengan amal shalih, ia pun akan lebih semangat untuk mengerjakan keta’atan itu sambil berharap akan diberikan pahala di hari akhir itu, demikian juga akan membuatnya semakin takut ketika mengisi hidupnya dengan kemaksiatan apalagi merasa tentram dengannya. Beriman kepada hari akhir juga membantu seseorang untuk tidak berlebihan terhadap dunia dan tidak menjadikannya sebagai tujuan hidupnya. Di antara hikmahnya juga adalah menghibur seorang mukmin yang kurang mendapatkan kesenangan dunia karena di hadapannya ada kesenangan yang lebih baik dan lebih kekal.
[13] Yakni orang-orang yang memiliki sifat-sifat di atas.
[14] Mereka berjalan di atas cahaya dari Tuhan mereka dan taufiq-Nya.
[15] Ialah orang-orang yang mendapat apa-apa yang dimohonkannya kepada Allah sesudah mengusahakannya dan selamat dari sesuatu yang mereka khawatirkan atau orang-orang yang akan memperoleh surga dan selamat dari neraka.
[16] Yakni orang-orang yang mengingkari apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu.
[17] Baik engkau memperingatkan mereka dengan azab Allah atau pun tidak.
[18] Kepada mereka hanyalah ditegakkan hujjah agar mereka tidak dapat beralasan lagi di hadapan Allah Ta'ala pada hari kiamat.
[19] Yakni orang itu tidak dapat menerima petunjuk, dan segala macam nasehat tidak akan berbekas kepadanya disebabkan kekafiran dan kerasnya hati mereka setelah nampak kebenaran bagi mereka. Oleh karena itu, Allah tidak memberi mereka taufiq untuk mengikuti petunjuk itu.
[20] Maksudnya: mereka tidak dapat memperhatikan dan memahami ayat-ayat Al Quran yang mereka dengar dan tidak dapat mengambil pelajaran dari tanda-tanda kebesaran Allah yang mereka lihat di cakrawala, di permukaan bumi dan pada diri mereka sendiri. Sarana-sarana untuk memperoleh petunjuk dan kebaikan telah ditutup bagi mereka. Ini merupakan hukuman yang disegerakan dan hukuman yang akan datang kepada mereka adalah azab yang sangat pedih berupa azab neraka dan kemurkaan Allah Ta'ala.
 http://www.tafsir.web.id/2013/04/tafsir-al-baqarah-ayat-1-7.html#more